Sebuah Inspirasi Renungan Empat Batang Lilin


Alkisah jaman dahulu kala Ada 4 batang lilin yang menyala di dalam sebuah ruangan, sedikit demi sedikit lilin tersebut habis meleleh dan suasana terasa begitu sunyi sehingga terdengarlah pembicaraan diantara  mereka.

Aku adalah “Damai“. Akan tetapi manusia tidak bisa  menjagaku : maka lebih baik aku mematikan diriku saja !” Demikianlah sedikit demi sedikit sang Lilin Damai padam.

Aku adalah “Iman“. Sayang aku tidak bermanfaat lagi. Manusia tidak mau mengenalku, untuk itulah tak ada faedahnya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkan Lilin Iman tersebut.

Dengan sedih giliran ketiga berbicara : Aku adalah “Cinta“. Tidak dapat lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tidak lagi memandang dan menganggapku berfaedah. Mereka saling membenci satu sama lain, bahkan membenci mereka yang mecintainya, membenci keluarganya. ” Tanpa menunggu waktu lama, maka matilah Lilin Cinta tersebut.

Tanpa terduga…. Putra pemilik rumah itu masuk ke dalam kamar buat mengambil ‘benda-benda’ milik-Nya di sana, dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena dia tidak bisa melihat jelas dalam gelap, ia berkata : ” Ekh, apa yang terjadi ? Kalian harus tetap menyala, Aku tidak mau rumah-Ku gelap !”

Dengan mata bersinar, sang Putra mengambil Lilin Harapan, kemudian dia menyalakan kembali ketiga Lilin lainnya.

Apa yang tidak pernah mati hanyalah HARAPAN. Harapan yang ada dalam hati kita. Dan masing-masing kita semoga bisa menjadi alat seperti anak tersebut, yang dalam situasi apapun dapat menghidupkan kembali Iman, Damai, Cinta dengan HARAPAN-Nya !
(Kisahini mengingatkan aku tentang seorang Putra yang pernah memungut aku dari kamar-Nya yang (dulu) gelap)